KETIDAKADILAN GENDER DALAM NOVEL PEREMPUAN YANG MENANGIS KEPADA BULAN HITAM KARYA DIAN PURNOMO DI TINJAU DARI PERSPEKTIF FEMINIS


 KETIDAKADILAN GENDER DALAM NOVEL PEREMPUAN YANG MENANGIS KEPADA BULAN HITAM KARYA DIAN PURNOMO TINJAUAN FEMINIME

Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 1993: 8). Karya sastra adalah gambaran kehidupan hasil rekaan seseorang yang seringkali diwarnai dengan sikap latar belakang dan keyakinan pengarang. Novel adalah salah satu bentuk dari karya sastra yang menyajikan cerita fiksi yang mengangkat tentang persoalan manusia dan kemanusiaan, yang di dalamnya memiliki unsur pembentuk, yaitu alur, tokoh, dan latar.

Sebuah karya sastra seringkali menampilkan eksistensi seorang perempuan dengan permasalahan-permasalahan yang mewarnai perjalanan hidup mereka. Permasalahan yang sering muncul dalam karya sastra khususnya novel menampilkan seorang perempuan adalah dominasi patriarki dan ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan. Berbagai macam novel, baik itu yang ditulis oleh pengarang laki-laki maupun perempuan, banyak yang menciptakan figur laki-laki menjadi the authority, sedangkan perempuan diposisikan sebagai kelas dua the second sex (Endraswara, 2003: 143). Dalam hal ini, perempuan dikondisikan dalam posisi lebih rendah dari laki-laki dan membuat perempuan berada diposisi tertindas, serta tidak memiliki kebebasan dalam hidupnya, sedangkan laki-laki memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang mereka inginkan atas dasar bahwa mereka yang memiliki kuasa hak dalam dunia pendidikan dan sosial.

Salah satu novel yang mengangkat isu perempuan adalah novel Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam karya Dian Purnomo (2020). Novel Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam menggambarkan kehidupan masyarakat di pedesaan Sumba (NTT) dengan berbagai permasalahan sosial dan aturan adat yang harus dipatuhi. Tradisi kawin tangkap di Sumba masih terjadi hingga saat ini, pemaksaan perkawinan mengakibatkan perempuan menjadi korban kekerasan fisik, seksual dan sosial. Hal ini dikarenakan suku Sumba masih memegang kuat adat dan tradisi yang ada di desa mereka.  Novel ini juga menceritakan tentang perlawanan terhadap adat yang dipandang sebagai ketidakadilan sistem oleh tokoh utama perempuan di dalamnya. Tokoh utama mencoba memperjuangkan nasibnya dengan menentang stigma masyarakat tentang kawin tangkap yang ada di desa tersebut.

Novel Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam karya Dian Purnomo ini merupakan karya sastra yang tidak cukup untuk dinikmati saja, melainkan perlu mendapatkan tanggapan ilmiah. Menurut Plato (melalui Anwar, 2015: 8) menelaah sebuah karya sastra merupakan usaha dalam menemukan nilai-nilai kehidupan yang tercermin dalam karya sastra serta melihat permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

Ketertarikan peneliti dalam mengkaji novel Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam adalah sebagai berikut. Pertama, Dian Purnomo mampu mengangkat isu aktual yang terjadi dalam masyarakat tentang kawin tangkap, sekaligus menyuarakan jeritan kaum perempuan Sumba melalui novelnya. Kedua, dilihat dari latar belakang tokoh Magi yang berani menentukan nasibnya serta berani menolak adat dan tradisi dikampungnya untuk mendapatkan hak-haknya sebagai perempuan. Sehingga membuat novel ini sangat menarik dikaji dari segi gendernya.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini membahas ketidakadilan gender dan perjuangan tokoh utama mencapai kesetaraaan gender dalam novel Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam karya Dian Purnomo. Penelitian dilakukan dengan menggunakan fakta cerita dan teori feminisme untuk mengetahui masalah dan hubungan dengan realitas masyarakat yang menunjukkan adanya ketidakadilan gender dan perjuangan tokoh utama mencapai kesetaraan gender dalam novel Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam karya Dian Purnomo.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ASING DIDENGAR, ASIK DIUCAP

SESAK LANGKAH KAU HENTAKKAN, RIUH PERIH KAU RASAKAN

KRITIK PUISI "TANGISKU PERTIWI" BERDASARKAN 'STRATA NORMA' ROMAN INGARDEN