SESAK LANGKAH KAU HENTAKKAN, RIUH PERIH KAU RASAKAN
Pagi itu, Asep dan Sinta sedang joging di sekitar kampus, ketika asik berlari tidak sengaja Asep mendengar gesekan sapu yang memecahkan sunyi pagi itu, ia pun melihat seorang perempuan paruh baya menyingkirkan sampah yang ada di pinggir jalan, hingga membersihkan paku-paku yang dapat membahayakan pengguna jalan.
Penyapu jalan merupakan suatu profesi yang umum di Indonesia, terkhususnya di Samarinda (Kaltim). Ibu
Halifah, 50 tahun adalah salah satu dari banyaknya petugas penyapu jalan di
kota Samarinda, sekitar tiga tahun ia menjalani pekerjaan sebagai pembersih
jalan, hampir setiap hari diwaktu yang sama. Menyusuri sepanjang
jalan kampus FKIP Pahlawan, wanita tua itu sibuk menyapu dan sesekali
mengusap keringat yang keluar dari pori-pori tubuhnya. Terkadang, saat
beristirahat ketika embun pagi menyelimuti kulitnya, ia juga tidak lupa dengan kucing di sekitar ia bekerja, sesekali Ibu Halifah membagikan sedikit
makanan kepada kucing disekitar tempat ia duduk, seakan kucing itu menjadi
kawan bermain sekaligus teman ia bekerja.
Melihat
semangat perempuan separuh baya itu bekerja, Asep dan Sinta memutuskan untuk mendatangi dan bertanya kepada perempuan itu, apa yang membuat dirinya bisa
terus bekerja dan seolah tak pernah bosan mengerjakan hal yang begitu-begitu
saja. “Permisi Bu"? Sapa remaja pria, "Bisakah kami bertanya?” lanjutnya. “Boleh, ada apa ya? Jawab si
bu Halifah dengan raut wajah bingung. “Begini Bu, kami berdua berasal dari
salah satu universitas di kota ini, kami sudah memperhatikan ibu Halifah, bahwa
ibu terlihat semangat dengan kerjaan ini, sebenarnya ibu sudah berapa lama
bekerja menjadi penyapu jalan?,” Tanya kedua remaja itu.
“Saya sudah menjalani pekerjaan ini sejak suamiku meninggal, tiga tahun yang lalu, ”ujar Bu Halifah, kerutan di wajahnya menampakkan betapa kerasnya hidup yang ia
rasakan seorang diri. Namun, tidak ada keluhan keluar dari mulut ibu Halifah. Banyak kejadian selama hampir tiga tahun menjadi penyapu jalan, dari dimarahi
warga, hingga terserempet motor dan mobil. "Pengalaman banyak, pernah saya
pulang dari kerjaan terserempet motor, hingga saya terjatuh," ujar bu Halifah. Selain ketabrak motor, bu Halifah sering juga kedapatan melihat warga membuang sampah
sembarangan. Padahal sudah jelas bahwa ia sedang menyapu di jalan tersebut,
namun warga tetap tak acuh terhadapnya.
Penghasilan
yang ia peroleh setiap bulannya hanya cukup membiayai kebutuhan sehari-hari.
Ibu Halifah mengatakan, bahwa gaji perbulan itu tidak cukup untuk kebutuhan hidupnya, kos-kosan yang setiap bulannya menjadi kewajiban, menyebabkan kebutuhan ibu Halifah semakin berkurang.
Namun, ia harus berupaya untuk mencukupi itu semua, karena tidak ada lagi
pekerjaan lain. Dengan kondisi fisik yang tidak sempurna, akibat dari
kecelekaan yang menimpanya dua tahun yang lalu, Ibu Halifah ditabrak sebanyak
tiga kali di waktu yang berbeda sehingga kaki kanannya harus dioperasi karena
patah, setelah kejadian tersebut ia tak lagi berjalan dengan normal. Namun, semua
itu tak menjadi beban ia untuk tetap bekerja.
Mengaku bahwa bertahan hidup di Samarinda sangatlah sulit, apalagi dengan kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat, karena semenjak suaminya meninggal ia menjadi tulang punggung untuk dirinya. Tidak ada orang yang menginginkan pekerjaan seperti itu, namun hanya pekerjaan itulah yang bisa dilakukan ibu Halifah. Terkadang ketika hari gelap, ibu Halifah sering merasakan sedih yang begitu dalam disaat mengingat suaminya dulu yang selalu setia menjaganya, dan memberikan kasih sayang, namun takdir berkata lain, bahwa suaminya meninggal karena sakit yang dideritanya.
Mengaku bahwa bertahan hidup di Samarinda sangatlah sulit, apalagi dengan kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat, karena semenjak suaminya meninggal ia menjadi tulang punggung untuk dirinya. Tidak ada orang yang menginginkan pekerjaan seperti itu, namun hanya pekerjaan itulah yang bisa dilakukan ibu Halifah. Terkadang ketika hari gelap, ibu Halifah sering merasakan sedih yang begitu dalam disaat mengingat suaminya dulu yang selalu setia menjaganya, dan memberikan kasih sayang, namun takdir berkata lain, bahwa suaminya meninggal karena sakit yang dideritanya.
Ibu
Halifah tinggal di kos-kosan yang terletak di jalan Sungai Dama, ia harus
berangkat jam 04.00 pagi, sebelum waktu bekerja. Terkadang menempuh dari Jl. Sungai Dama ke Jl. Pahlawan, ia harus meminta tolong kepada tetangga untuk mengantarkannya, untuk kembali
kerumah terkadang ia harus berjalan dengan keadaan fisik yang tidak sempurna
itu. Walaupun
banyak keluarga di lingkungan yang saat ini ia tinggal namun, mereka tak
memperdulikannya.
Hal yang tak pernah diinginkan terjadi, ia jatuh sakit
(asma), salah orang pria membantu Ibu itu untuk di
antar ke salah satu RS yang ada di Samarinda. pria tersebut memang sering sesekali mendatangi kosan ibu Halifah sekedae mengetahui kabar. Sesampainya di RS, pelayanan awal
yang diterima ibu Halifah tidaklah sama dengan Ibu yang turun dengan mobil mewah, dibandingkan ibu Halifah menaikki mobil yang sering tercium bau keringat
manusia yang bersemedi di ruang kotak itu (angkot). Bukankah pelayanan
merupakan kunci bagi organisasi untuk bisa tetap bertahan, sebab pelayanan
berkaitan dengan kepuasan pelanggan.
Banyak hal yang terjadi kepada ibu Halifah ketika sakit, berharap keluarga datang untuk merawatnya. Namun, hal itu pupus, tidak ada keluarga yang merawatnya, bahkan untuk menjenguk saja tidak, hanya tetangga yang menjenguk dan membantu pengurusan yang ada di RS, namun tidak bisa menjaga setiap saat, karena masih banyak urusan yang harus diselesaikan. Pada akhir sembuhnya ibu Halifah dari penyakitnya, ia pun melanjutkan pekerjaannya hingga saat ini.
Pesan: Orang-orang
seperti inilah yang terkadang perannya sering tidak disadari. Mungkin, jasanya
kurang sebanding dengan upah yang diterima. Namun, mereka tetap bekerja dan
bekerja untuk kebaikan sesama. Mereka memang tak akan dikenang seperti pahlawan, namun perannya justru bisa mengubah hidup banyak orang.
- Oleh: HF
sedih banget berada di posisi si ibu. kehidupan di kota terlalu keras, masih banyak ketidakpedulian sesama manusia disini, msih banyak orang* yg merasa tinggi dan ga pernah noleh ngeliat yg di bawahnya. Apalagi keluarga si ibu yg acuh begitu ngebuat si ibu semakin sedih, sudah ga punya suami, di tmbh keluarga yang ga pernah peduli, pasti ngebuat hati si ibu nangis😭
BalasHapusTrimakasih ibu sudah bertahan dengan setis membersihkan sudut jalan yg ada di kota ini💕
sering" aja teman" angkat kisah yg seperti ini ke media biar masyarakat bisa menghargai pekerjaan yg seperti ini. karna banyak orang" merasa pekerjaan seperti ini pekerjaan orang rendahan, tapi kalau gk ada mereka kita juga bukan apa". sampah berserakan dimana" taman kota gk terurus kalau bukan mereka siapa lagi, kita? jelas tidak ada yg mau melakukannya jika bukan karena terpaksa..🤗🤗
BalasHapusTerharus setelah baca kisah singkat ini 😢
BalasHapus